Pikiranmadani.com, Banda Aceh — Pengelolaan pendidikan Aceh di bawah kepemimpinan Alhudri, dinilai, sangat memprihatinkan. Selain pemanfaatan anggaran yang tidak fokus ke mutu, sekolah juga dibuat acak-acakan.
Karena memang tidak punya basic mengelola instansi pendidikan, Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A), Samsuardi, kembali meminta keseriusan Pj Gubernur Aceh untuk mengevaluasi Disdik Aceh. “Perlu pembenahan menyeluruh. Karena di level menengah juga sama, banyak yang tidak menguasai tupoksi,” ujar Dr Sam.
Akademisi Darussalam ini mengatakan, kepemimpin Alhudri gagal meningkatkan mutu kelulusan siswa SMA/SMK selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Yang membuat miris, tambahnya, Alhudri membuat framing seakan-akan pendidikan Aceh baik-baik saja. “Padahal sedang terpuruk,” ucap Samsuardi.
Menurut Dr Sam, parameter kegagalan Alhudri memimpin Disdik terlihat pada publikasi laporan hasil Ujian Tes Berbasis Komputer – Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (UTBK–SBMPTN) tahun 2021, 2022 dan 2023 yang secara beruntun menunjukan mutu kelulusan siwa Aceh terus anjlok ke urutan paling bawah. “Posisi Aceh bahkan kalah jauh dibanding Provinsi Bengkulu dengan capaian nilai rata-rata berada di peringkat 13 nasional (Skor TKA Saintek 490.10 point),” ucap Dr Sam prihatin.
Coba lihat posisi Aceh, kata Dr Sam, yang hanya mampu berada di peringkat 27 dari 34 provinsi Indonesia (Skor TKA Saintek 478.51 point). Capain Bengkulu, menurut dia, sangat tidak sepadan dengan kuncuran anggaran Disdikbud provinsi itu yang hanya ratusan miliar per tahun. “Sebaliknya, lihat Aceh yang mengelola dana di atas tiga triliun rupiah setiap tahun semenjak 2021, 2022, hingga 2023,” tandasnya.
Dr Sam menegaskan, kondisi yang diperlihatkan oleh kepemimpinan Alhudri sangat ironis dan memprihatinkan publik. Disdik Aceh, sambungnya, justru gagal mendongkrak mutu kelulusan siswa SMA/SMK serta gagal pula menoreh prestasi di berbagai ajang perlombaan olimpiade nasional semenjak tiga tahun terakhir di tengah anggaran yang melimpah.
Ia menambahkan, rekam kinerja Disdik Aceh itu bisa dilihat dalam laporan LAKIP Disdik Aceh yang memotret minimnya prestasi yang berhasil diraih siswa SMA/SMK. “Bahkan dari sekian puluh tim yang diutus pada berbagai kegiatan olimpiade di tingkat nasional, hanya Noval Ardiasnyah yang mewakili SMKN Karang Tamiang yang bisa tembus meraih perak, selebihnya zonk semua,” kata Dr Sam.
Ia mengatakan, penempatan Alhudri oleh Gubernur Nova Iriansyah yang sarat nepotisme karena berasal dari satu daerah, sama sekali tidak memperhatiakan aspek kompetensi dan jenjang karier sebagaimana dipersyaratkan oleh aturan merit sistem. Di bawah kepemimpinan Pj Gubernur Achmad Marzuki timbul paradoks lagi dengan menugaskan yang bersangkutan sebagai Pj Bupati Gayo Luwes.
Dalam posisi rangkap rangkap jabatan untuk instansi besar dengan tugas yang sangat kompleks menyebabkan kinerja Disdik bertambah hancur. “Nyaris selama setahun pasca dilantik sebagai Pj bupati, Alhudri tidak melakukan apapun untuk memperbaiki mutu kelulusan siswa Aceh,” tegas Dr Sam.
Karena itu, akademisi ini menitipkan secercah harapan pada Pj Gubenur Bustami agar memperbaiki pendidikan Aceh. Sebagai putra Aceh yang sangat mencintai generasi masa depan daerah ini, Dr Sam yakin Pj gubernur punya niat untuk memperbaiki Disdik. “Kita berharap Pj Gubernur segera menindaklanjuti rekomendasi DPRA tahun 2022 yang secara jelas dan tegas meminta agar dilakukan percopotan terhadap Ahhudri karena dinilai tidak berkompeten mengurus pendidikan,” ujarnya.
Selaku pemerhati pendidikan, ketua LP2A juga menyatakan rasa kecewa atas kebijakan Alhudri yang menempatkan pejabat di level eselon yang tidak linear dengan tupoksi Disdik. Sebagai contoh, mantan Kadis Sosial Aceh menampatkan sarjana kesehatan hewan sebagai Sekdisdik Aceh.
Tindakan ugal-ugalan Alhudri dan terkesan dibiarkan oleh gubernur sebelumnya, dia memboyong sejumlah ASN dari Dinsos dan Satpol PP yang notabene tidak punya kompetensi untuk menduduki jabatan di Disdik. “Harusnya yang dilihat adalah rekam jejak reputasi kinerja, bukan karena koneksi yang sarat nuansa politis,” tegasnya.
Tidak hanya untuk ASN, Alhudri juga merekrut tenaga kontrak (tekon) asal-asalan. Seperti pernah diberitakan sejumlah media, selain latar belakang pendidikan para tekon tidak punya korelasi dengan tupokis Disdik, sejumlah dari mereka juga dimanfaatkan mirip sebagai buzzer. “Beberapa dari mereka bahkan di duga tidak pernah masuk kantor, tapi gajinya tetap dibayar,” ucap Dr Sam mengutip pemberitaan media.[*]